Film horor yang dikemas sebagai found footage memang menarik untuk dinantikan meski tidak semuanya berhasil menjadi film yang bagus dan menyeramkan. Jika film itu berhasil maka hasilnya tidak tanggung-tanggung seramnya seperti [REC] yang sampai sekarang masih menjadi horor found footage terseram versi saya. [REC] bisa menjadi film yang bagus karena mampu menggabungkan elemen kejut dan pembangunan suasana yang seram dimana sangat jarang film horor yang mampu memaksimalkan kedua elemen tersebut sekaligus. Penggunaan teknik mocukumentary dalam [REC] juga bagus dan efektif. Tapi jika sebuah found footage gagal maka hasilnya akan sangat membosankan. Saya sendiri adalah satu dari sedikit orang yang menganggap seri pertama Paranormal Activity itu jelek dan membosankan. Bagi saya justru seri ketiganya lebih menyeramkan walau tetap terasa membosankan di beberapa bagian. Karena itu saya tetap menonton The Devil Inside walaupun para kritikus menganggapnya film yang amat buruk dengan endingyang juga dianggap sebagai salah satu yang paling buruk sepanjang sejarah perfilman. Saya tetap menontonnya,toh Paranormal Activity yang banjir puja puji saya tidak suka, jadi bisa saja sebaliknya The Devil Inside yang banjir celaan akan saya sukai.
Kisahnya dibuka dengan pemaparan sebuah kasus pembunuhan terhadap tiga orang yang dilakukan oleh wanita bernama Maria Rossi (Suzan Crowley). Tapi pada akhirnya pengadilan memutuskan Maria tidak bersalah dikarenakan menderita gangguan jiwa dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa di Roma. Tapi ada kabar berhembus bahwa saat kasus terjadi dirumah Maria sedang dilakukan pengusiran setan atau exorcism dengan Maria selaku pasien. Dua puluh tahun kemudian, Isabella Rossi (Fernanda Andrade) yang merupakan puteri dari Maria melakukan penyelidikan terhadap kasus ibunya demi mengetahui fakta sebenarnya apakah benar saat itu sedang terjadi ritual pengusiran setan dan apakah benar sang ibu kerasukan setan dan membuatnya melakukan pembunuhan tersebut. Untuk itulah Isabella memutuskan membuat sebuah film dokumenter untuk melakukan investigasi kasus dengan dibantu Michael (Ionut Grama) sebagai kameramen. Mereka berdua lalu menuju ke Roma untuk meyelidiki lebih lanjut dan untuk bertemu langsung dengan Maria. Dibantu oleh dua pendeta muda yaitu Ben (Simon Quarterman) dan David (Evan Helmuth) yang selama ini melakukan exorcism secara diam-diam tanpa sepengetahuan Gereja, Isabella mencoba mengungkap kebenaran dibalik kasus yang menimpa ibunya. Namun ternyata investigasi tersebut berubah menjadi pengalaman yang amat mengerikan bagi mereka semua.
Jika anda menonton film ini dengan kritis, maka akhirnya The Devil Inside tidaklah lebih dari sebuah horor bertema exorcism yang tidak spesial bahkan cenderung mengecewakan. Dari kisahnya jelas tidak ada hal yang baru disini. Formula yang ditawarkan untuk mengemas ceritanya masih merupakan formula standar yang sudah berulang kali digunakan dalam film setipe. Masih menampilkan ritual pengusiran setan seperti yang sudah biasa kita lihat, masih juga menampilkan korban kesurupan yang kembali ditampilkan sebagai sosok seorang wanita yang bisa melakukan gerakan gerakan ekstrim seperti melipat-lipat anggota tubuh, dant tentunya adegan tubuh melayang, suara yang berubah seram dan masih banyak lagi. Film ini juga cukup bermasalah dengan yang namanya fokus cerita. Diawal kita melihat bahwa film ini mencoba menjadi film yang jauh lebih intelek dengan membenturkan beda pendapat antara agama dan ilmu pengetahuan. Narasumber dari kedua belah pihak juga tidak lupa dihadirkan. Saya akui itu cukup menarik dalam pembangunan awal kisahnya, tapi ketika masuk ke inti cerita hal tersebut ditinggalkan begitu saja. Kemudian di akhir film juga saat fokus berpindah kepada nasib empat tokoh utamanya, kisah tentang Maria Rossi menguap begitu saja.
Untuk ending filmnya sendiri memang saya rasa terlalu terburu-buru seolah penulis naskahnya kebingungan bagaimana harus mengakhiri film ini. Tapi saya sendiri tidak beranggapan itu adalah sebuah ending yang paling buruk yang pernah saya lihat. Memang cara film ini mengakhiri kisahnya adalah sebuah cara yang buruk tapi saya pernah melihat yang jauh lebih buruk seperti The Happening misalnya yang juga terlihat kebingungan mengakhiri kisahnya. Tapi yang memang memperburuk ending film ini adalah sebuah tulisan/pesan yang muncul setelah adegan terakhir. Menurut sang sutradara itu adalah ide dari pihak Paramount untuk membuat akhir cerita yang unik, lain daripada yang lain. Tapi jujur saja daripada unik yang ada justru memperburuk dan terasa bodoh. Bagi saya adegan akhirnya bukan ending terburuk, tapi pesan yang muncul adalah sebuah baris kalimat terburuk yang pernah menutup sebuah film. Tapi secara keseluruhan The Devil Inside adalah sebuah horor yang cukup enak dinikmati dan cukup berhasil menghadirkan keseraman dengan catatan anda mau mengabaikan beberapa kekurangan di atas.